Thursday 21 May 2009

Karya Tulis Ilmiah untuk Pengembangan Profesi Guru

A. Pengantar
Guru adalah jabatan profesi, untuk itu seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar), cepat (produktif), tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif.
Oleh karena itu, berbagai kebijakan telah dan akan terus dilakukan untuk meningkatkan: karir, mutu, penghargaan, dan kesejahteraan guru. Harapannya, mereka akan lebih mampu bekerja sebagai tenaga profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Salah satu kebijakan penting adalah dikaitkannya promosi kenaikan pangkat/jabatan guru dengan prestasi kerja. Prestasi kerja guru tersebut, sesuai dengan tupoksinya, berada dalam bidang kegiatannya: (1) pendidikan, (2) proses pembelajaran, (3) pengembangan profesi dan (4) penunjang proses pembelajaran.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Keputusan bersama Menteri Pendidikan dan kebudayaan dan Kepala BAKN Nomor 0433/P/1993, nomor 25 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme guru.
Kebijakan itu di antaranya mewajibkan guru untuk melakukan keempat kegiatan yang menjadi bidang tugasnya, dan hanya bagi mereka yang berhasil melakukan kegiatan dengan baik diberikan angka kredit. Selanjutnya angka kredit itu dipakai sebagai salah satu persyaratan peningkatan karir. Penggunaan angka kredit sebagai salah satu persyaratan seleksi peningkatan karir, bertujuan memberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih professional terhadap kenaikan pangkat yang merupakan pengakuan profesi, serta kemudian memberikan peningkatan kesejahteraannya.
B. Berbagai Masalah
Terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan kebijakan pengumpulan angka kredit, di antaranya adalah :
1. Pengumpulan angka kredit III a sampai IVa relatif mudah karena, pada jenjang tersebut, angka kredit dikumpulkan hanya dari tiga macam bidang kegiatan guru, yang diwajibkan yaitu: (1) pendidikan, (2) proses pembelajaran, dan (3) penunjang proses pembelajaran. Bidang pengembangan profesi, belum diwajibkan. Kenaikan pangkat dari golongan IIIa ke IVa relatif cepat. Menurut Suharjono bahwa akibat dari “longgarnya” proses kenaikan pangkat dari golongan IIIa ke IVa tersebut, adalah:
a. Tujuan untuk dapat memberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih profesional terhadap peningkatan karir, kurang dapat dicapai secara optimal. Longgarnya seleksi peningkatan karir menyulitkan untuk membedakan antara mereka yang berpretasi dan kurang atau tidak berprestasi.
b. Lama kerja pada jenjang kepangkatan, lebih memberikan urunan yang siginifikan pada kenaikan pangkat. Kebijakan tersebut seolah-olah merupakan kebijakan kenaikan pangkat yang mengacu pada lamanya waktu kerja, dan kurang mampu memberikan evaluasi pada kinerja professional.
2. Persyaratan kenaikan dari golongan IVa ke atas relatif sangat sulit. Permasalahannya terjadi, karena untuk kenaikan pangkat golongan IVa ke atas diwajibkan adanya pengumpulan angka kredit dari unsur Kegiatan Pengembangan Profesi. Angka kredit kegiatan pengembangan profesi berdasarkan aturan yang berlaku saat ini—dapat dikumpulkan dari kegiatan menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI), menemukan Teknologi Tepat Guna, membuat alat peraga/bimbingan, menciptakan karya seni dan mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Guru lebih banyak menggunakan kegiatan penyusunan karya ilmiah sebagai pengembangan profesi padahal guru bisa memanfaatkan kegiatan menemukan Teknologi Tepat Guna, membuat alat peraga/bimbingan, menciptakan karya seni dan mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. Sayangnya petunjuk teknis tentang kegiatan menemukan teknologi tepat guna dan pengembang kurikulum belum terlalu operasional.
Salah satu bentuk KTI yang cenderung banyak dilakukan adalah KTI hasil penelitian perorangan (mandiri) yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan sekolah dalam bentuk makalah (angka kredit. Niat guru untuk menggunakan laporan penelitian sebagai KTI sangatlah tinggi. Namun, ada sebagian guru yang masih merasa belum memahami tentang apa dan bagaimana penelitian pembelajaran itu. Akibatnya, kerja penelitian dirasakan sebagai kegiatan yang sukar, memerlukan biaya, tenaga dan waktu yang banyak, hal mana tentu tidak sepenuhnya benar. Berdasarkan hal tersebut sehingga KTI sebagai pilihan.
Dalam uraian ini akan dibahas mengenai penyusunan berbagai karya ilmiah untuk pengembangan profesi guru.

C. Jenis Karya Tulis Ilmiah
KTI dapat dipilah dalam dua kelompok yaitu (a) KTI yang merupakan laporan hasil pengkajian /penelitian, dan (b) KTI berupa tinjauan/ulasan/ gagasan ilmiah. Keduanya dapat disajikan dalam bentuk buku, diktat, modul, karya terjemahan, makalah, tulisan di jurnal, atau berupa artikel yang dimuat di media masa. KTI juga berbeda bentuk penyajiannya sehubungan dengan berbedanya tujuan penulisan serta media yang menerbitkannya. Karena berbedanya macam KTI serta bentuk penyajiannya, berbeda pula penghargaan angka kredit yang diberikan.
Macam KTI (1) Penelitian; (2) Karangan Ilmiah (3) Ilmiah Populer; (4) Prasaran Seminar (5) Buku; (6) Diktat; (7) Terjemahan.
Meskipun berbeda macam dan besaran angka kreditnya, semua KTI (sebagai tulisan yang bersifat ilmiah) mempunyai kesamaan, yaitu hal yang dipermasalahkan berada pada kawasan pengetahuan keilmuan kebenaran isinya mengacu kepada kebenaran ilmiah kerangka sajiannya mencerminan penerapan metode ilmiah tampilan fisiknya sesuai dengan tata cara penulisan karya ilmiah. KTI untuk pengembangan profesi memiliki sistematika tersendiri yang memungkinkan berbeda dengan karya tulis ilmiah lainnya.
Berikut ini, akan diuraikan berbagai jenis karya tulis ilmiah beserta sistematika penulisannya.
1. Laporan Hasil Penelitian Ilmiah
Ada dua macam penelitian yang dapat dilakukan di dalam kelas, yaitu: (a) penelitian eksperimen, dan (b) penelitian tindakan kelas (PTK).
Penelitian eksperimen dan PTK lebih diharapkan dilakukan guru dalam upayanya menulis KTI karena: (1) merupakan laporan dari kegiatan nyata yang dilakukan para guru di kelasnya dalam upaya meningkatkan mutu pembelajarannya – (ini tentunya berbeda dengan KTI yang berupa laporan penelitian korelasi, penelitian diskriptif, ataupun ungkapan gagasan, yang umumnya tidak memberikan dampak langsung pada proses pembelajaran di kelasnya), dan penelitian tindakan dapat dipandang sebagai tindak lanjut dari penelitian deskriptif maupun eksperimen; (2) dengan melakukan kegiatan penelitian tersebut, maka para guru telah melakukan salah satu tugasnya dalam kegiatan pengembangan profesinya.
Penelitian eksperimen dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang akibat dari adanya suatu treatment atau perlakuan. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetes suatu hipotesis dengan ciri khusus: (a) adanya variabel bebas yang dimanipulasi, (b) adanya pengendalian atau pengontrolan terhadap semua variabel lain kecuali variabel bebas yang dimanipulasi, (c) adanya pengamatan dan pengukuran tindakan manipulasi variabel bebas. terhadap variabel terikat sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan di memperbaiki / meningkatkan mutu praktik pembelajaran.
Macam KTI yang berasal dari Laporan Penelitian. Berdasarkan definisi pada Kepmendidbud No. 025/0/1995, makalah hasil penelitian adalah suatu karya tulis yang disusun oleh seseorang atau kelompok orang yang membahas suatu pokok bahasan yang merupakan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian tersebut dapat disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain: Buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional yang ditulis berdasar hasil penelitian yang dilakukan oleh guru, masih sangat terbatas jumlahnya. Sangat jarang guru mengirimkan KTI dalam bentuk ini. Berupa tulisan (artikel ilmiah) yang dimuat pada majalah ilmiah (jurnal) yang diakui oleh Depdiknas. Masing-masing jurnal ilmiah umumnya mempunyai persyaratan dan tata cara penulisan artikel hasil penelitian yang spesifik dan berlaku untuk jurnal yang bersangkutan. KTI yang diajukan guru dalam bentuk publikasi ini, akhir-akhir ini semakin meningkat jumlahnya.
Apabila laporan hasil penelitian dicetak 300 eksamplar berupa buku diedarkan minimal 13 propinsi maka angka kreditnya 12,5 setiap karya. Tetapi jika buku tersebut tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan sekolah disahkan kadis pendidikan kab/kota maka angka kreditnya 8 setiap karya.
Apabila laporan hasil penelitian tersebut ditulis dalam majalah ilmiah yang diakui Depdiknas, LIPI atau LPTK atau organisasi profesi, maka mendapat 6 angka kredit setiap karya.
Adapun sistematika laporan penelitian ilmiah dapat dilihat berikut ini.
A. Bagian pembuka:
- halaman judul
- lembaran pengesahan
- kata pengantar
- daftar isi
- daftar lampiran
B. Bagian isi:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penelitian
D. Pentingnya penelitian
E. Hipotesis penelitian
BAB II KAJIAN TEORI ATAU TINJAUAN KEPUSTAKAAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian
B. Populasi dan sampel
C. Instrumen penelitian
D. Pengumpulan data dan analisis data
BAB IV HASIL PENELITIAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Bagian penunjang
- daftar pustaka
- lampiran-lampiran

2. PTK (Penelitiaan Tindakan Kelas)
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar-mengajar yang terjadi di kelas. PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Tujuan utama PTK adalah untuk memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan penelitian ini tidak saja bertujuan untuk memecahkan masalah, tetapi sekaligus mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan yang dilakukan. PTK juga bertujuan untuk meningkatkan PTK adalah penelitian kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesionalnya. Pada intinya PTK bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas, yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar.
Apabila laporan hasil penelitian dicetak 300 eksamplar berupa buku diedarkan minimal 13 propinsi maka angka kreditnya 12,5 setiap karya. Tetapi jika buku tersebut tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan di perpustakaan sekolah disahkan kadis pendidikan kab/kota maka angka kreditnya 8 setiap karya.
Apabila laporan hasil penelitian tersebut ditulis dalam majalah ilmiah yang diakui Depdiknas, LIPI atau LPTK atau organisasi profesi, maka mendapat 6 angka kredit setiap karya.
Setiap penelitian tindakan kelas yang tidak dipublikasikan hanya didokumentasikan di sekolah dinilai 4 kredit. PTK harus disahkan oleh kepala sekolah, surat keterangan dipublikasi/disimpan di perpustakaan oleh kepala perpustakaan, dan disahkan oleh organisasi profesi/organisasi ilmiah.
Adapun sistematika PTK, dapat dilihat berikut ini.
A. Bagian pembuka:
- halaman judul
- lembaran pengesahan
- kata pengantar
- daftar isi
- daftar lampiran
B. Bagian Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Hasil Penelitian
Bab II Kajian Pustaka
A. Kajian Teori
B. Kajian Hasil Penelitian
Bab III Metodologi/Metode Penelitian
A. Objek Tindakan
B. Setting/Lokasi/Subjek Penelitian
C. Metode Pengumpulan Data
D. Metode Analisis Data
E. Cara Pengambilan Kesimpulan
Bab IV Hasil Penelitian
A. Gambaran Selintas Tentang Setting
B. Uraian Penelitian Secara Umum—Keseluruhan
C. Penjelasan Per Siklus
D. Proses Menganalisis Data
E. Pembahasan dan Pengambilan Kesimpulan
Bab V Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
B. Saran Untuk Tindakan Lebih Lanjut
C. Bagian Penunjang
Daftar Pustaka
Lampiran

Laporan penelitian dapat dipublikasi dalam bentuk artikel hasil penelitian dan non penelitian pada Jurnal Pendidikan.

3. Tinjauan/ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri:
Tinjauan /ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dapat ditulis dalam bentuk buku, dalam majalah ilmiah, dan berbentuk makalah.
Apabila karya tulis tinjauan/ ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri ditulis dalam bentuk buku yang dipublikasikan secara nacional atau disebarluaskan minimal 13 propinsi dicetak minimal 300 eksamplar maka angka kreditnya 8 setiap karya. Tetapi jika tidak diedarkan, maka buku tersebut disahkan oleh organisasi profesi atau organisasi ilmiah tingkat kabupaten/kota dan harus didokumentasikan di perpustakaan sekolah, angka kreditnya 7 setiap karya.
Karya tulis tinjauan/ ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri ditulis dalam majalah ilmiah yang diterbitkan secara nasional atau dikelola oleh perguruan tinggi atau organisasi profesi atau organisasi ilmiah. Angka kreditnya adalah 4 setiap karya.
Karya tulis tinjauan/ ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri ditulis dalam bentuk makalah yang disahkan oleh organisasi profesi atau organisasi ilmiah tingkat kabupaten/kota dan didokumentasikan di perpustakaan sekolah.Angka kreditnya adalah 3,5 setiap karya.
Adapun sistematika tulis tinjauan/ ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri, sebagai berikut.
A. Bagian pendahuluan
- halaman judul
- kata pengantar
- daftar isi
- abstrak
B. Bagian isi:
A. Uraian mengenai hal yang dipermasalahkan
B. Uraian teori dan fakta mengenai hal yang dipermasalahkan
C. Tinjauan/ulasan
D. Kesimpulan
C. Bagian penunjang
- daftar pustaka
- lampiran-lampiran

Penulisan makalah sama pembuatan makalah tinjauan atau ulasan gagasan sendiri. Hanya saja makalah/prasaran ini disampaiakan pada pertemuan ilmiah. Makalah tersebut membicarakan bidang pendidikan. Pertemuan ilmiah minimal tingkat kabupaten/kota. Boleh pelaksanaanya di kecamatan tetapi pesertanya mewakili kabupaten/kota. Angka kreditnya adalah 2,5 setiap kali pertemuan.
5. Buku
Buku pelajaran ada yang bertarap nasional dan propinsi. Buku bertarap nasional disahkan oleh Dirjen Dikdasmen atau instansi yang ditunjuk. Nilai buku bertarap nasional adalah 5 setiap buku. Buku bertarap propinsi harus disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan propinsi dan digunakan di seluruh sekolah pada propinsi bersangkutan. Nilai setiap buku bertarap propinsi adalah 3 setiap buku.
Semua guru boleh menulis buku pelajaran apa saja yang disukai, tidak harus relevan dengan tugas mengajar di sekolah.
Adapun sistematika penulisan buku, sebagai berikut.
A. Bagian pendahuluan
- kata pengantar
- daftar isi
- penjelasan tujuan buku pelajaran
- petunjuk penggunaan buku
- petunjuk pengerjaan soal latihan
B. Bagian isi
1. judul bab atau topik isi bahasan
2. uraian singkat isi pokok bahasan
3. penjelasan tujuan bab
4. uraian isi pelajaran
5. penjelasan teori
6. sajian contoh
7. ringkasan isi bab
8. soal latihan
9. kunci jawaban soal latihan
C. Bagian penunjang
- daftar pustaka
- lampiran-lampiran

6. Modul
Modul pada prinsipnya sama dengan buku pelajaran, hanya dituangkan dalam bahasa yang komunikatif dan interaktif. Modul dapat diartikan sebagai pengganti guru, karena biasanya dipakai untuk belajar jarak jauh. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam modul harus mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca.
Modul yang bertaraf nasional harus disahkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah atau instansi yang ditunjuk. Isi modul harus relevan dengan kurikulum yang berlaku. Modul bertarap nasional angka kreditnya 5 setiap modul.
Modul yang bertarap propinsi harus disahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Propinsi setempat. Nilai modul bertarap propinsi adalah 3 setiap modul.
Adapun sistematika penulisan modul, berikut ini.
1. judul
2. pengantar
3. petunjuk penggunaan modul
4. tujuan umum pembelajaran
5. kemampuan prasyarat
6. pretest
7. tujuan khusus pembelajaran
8. isi bahasan
9. kegiatan belajar
10. rangkuman
11. tes
12. sumber media yang dapat digunakan
13. tes akhir dan umpan balik
14. rancangan pengajaran remedial
15. daftar pustaka

7. Diktat Pelajaran
Diktat pelajaran bersifat menambah materi selain yang telah dijelaskan oleh guru atau belum ada dalam buku pelajaran. Bila diktat yang disusun oleh guru sama dengan buku pelajaran, maka guru itu tidak mendapatkan angka kredit.
Diktat yang disusun harus disahkan oleh kepala sekolah, sesuai kurikulum berlaku, digunakan untuk satu tahun pelajaran, dan sesuai dengan bidang tugas guru. Setiap diktat pelajaran dihitung 1 kredit.
Adapun sistematika penulisan diktat, sebagai berikut.
A. Bagian pendahuluan:
- halaman judul
- kata pengantar
- daftar isi
- penjelasan tujuan diktat pelajaran
B. Bagian isi:
1. judul bab atau topik/isi bahasan
2. penjelasan tujuan bab
3. uraian isi pelajaran
4. penjelasan teori
5. sajian contoh
6. soal latihan
C. Bagian penunjang
- daftar pustaka
- lampiran

Ciri khusus KTI ini merupakan laporan hasil penelitian. Untuk dapat membuat laporan penelitian, si penulis terlebih dahulu harus melakukan penelitian. Kegiatan penelitian yang umum dilakukan oleh guru adalah di bidang pembelajaran di kelas atau di sekolahnya. Karena, tujuan pengembangan profesinya adalah di bidang peningkatan mutu pembelajarannya. Macam kegiatan penelitian pembelajaran yang umum dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, atau penelitian eksperimen di bidang pembelajaran.
Di samping kriteria-kriteria di atas, KTI laporan hasil penelitian itu harus memenuhi kriteria “APIK,” yang artinya adalah
A asli, penelitian harus merupakan karya asli penyusunnya, bukan merupakan plagiat, jiplakan, atau disusun dengan niat dan prosedur yang tidak jujur. Syarat utama karya ilmiah adalah kejujuran.
P perlu, permasalahan yang dikaji pada penelitian itu memang perlu, mempunyai manfaat. Bukan hal yang mengada-ada, atau memasalahkan sesuatu yang tidak perlu lagi dipermasalahkan.
I lmiah, penelitian harus berbentuk, berisi, dan dilakukan sesuai dengan kaidahkaidah kebenaran ilmiah. Penelitian harus benar, baik teorinya, faktanya maupun analisis yang digunakannya.
K konsisten, penelitian harus disusun sesuai dengan kemampuan penyusunnya. Bila penulisnya seorang guru, maka penelitian haruslah berada pada bidang kelimuan yang sesuai dengan kemampuan guru tersebut. Penelitian di bidang pembelajaran yang semestinya dilakukan guru adalah yang bertujuan dengan upaya peningkatan mutu hasil pembelajaran dari siswanya, di kelas atau di sekolahnya.
Ciri-ciri KTI yang tidak asli (palsu) :
1. Adanya bagian-bagian tulisan , atau petunjuk lain yang menunjukkan bahwa karya tulis itu merupakan skripsi, penelitian atau karya tulis orang lain, yang dirubah di sana-sini dan digunakan sebagai KTI nya (seperti misalnya bentuk ketikan yang tidak sama, tempelan nama, dll);
2. Terdapat petunjuk adanya lokasi dan subyek yang tidak konsisten;
3. Terdapat tanggal pembuatan yang tidak sesuai;
4. Terdapat berbagai data yang tidak konsisten, tidak akurat;
5. Waktu pelaksanaan pembuatan KTI yang kurang masuk akal (misalnya pembuatan KTI yang terlalu banyak dalam kurun waktu tertentu);
6. Adanya kesamaan isi, format, gaya penulisan yang sangat mencolok dengan KTI yang lain KTI yang tidak “perlu” , dapat terlihat antara lain dari;
7. Masalah yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan permasalahan yang berkaitan dengan upaya pengembangan profesi si penulis;
8. Masalah yang ditulis tidak menunjukan adanya kegiatan nyata penulis dalam peningkatan / pengembangan profesinya sebagai guru;
9. Permasalahan yang ditulis, sangat mirip dengan KTI yang telah ada sebelumnya, telah jelas jawabannya, kurang jelas manfaatnya dan merupakan hal mengulangulang;
10. Tulisan yang diajukan tidak termasuk pada macam KTI yang memenuhi syarat untuk dapat dinilai.
Hal yang ditulis dalam KTI harus sesuai (konsisten) dengan kompetensi si penulis, dan sesuai dengan tujuan si penulis untuk pengembangan profesinya sebagai guru. Sehingga apa yang dipermasalahkan haruslah sesuatu yang diperlukan dalam upaya ybs untuk mengembangkan profesinya. Karena itu, harus jelas apa manfaat penelitian yang dilakukan bagi siswa di kelas / sekolahnya.
KTI yang tidak “ilmiah” dapat terlihat dari, (1) masalah yang dituliskan berada di luar khasanah keilmuan; (2) latar belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukkan pentingnya hal yang dibahas dan hubungan masalah tersebut dengan upayanya untuk mengembangkan profesinya sebagai widyaiswara; (3) rumusan masalah tidak jelas sehingga kurang dapat diketahui apa sebenarnya yang akan diungkapkan pada KTInya; (4) kebenarannya tidak terdukung oleh kebenaran teori, kebenaran fakta dan kebenaran analisisnya; (5) landasan teori perlu perluas dan disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas; (6) bila KTInya merupakan laporan hasil penelitian, tampak dari metode penelitian, sampling, data, analisis hasil yang tidak / kurang benar; (7) kesimpulan tidak/belum menjawab permasalahan yang diajukan KTI yang tidak “konsisten” dapat terlihat dari; (8) masalah yang dikaji tidak sesuai dengan tugas si penulis sebagai guru; (9) masalah yang dikaji tidak sesuai latar belakang keahlian atau tugas pokok penulisnya; (10) masalah yang dikaji tidak berkaitan dengan upaya penulis untuk mengembangkan profesinya sebagai guru (misalnya masalah tersebut tidak mengkaji permasalahan di bidang pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu siswa di kelasnya yang sesuai dengan bidang tugasnya).
Berikut disajikan contoh beberapa Judul Penelitian KTI yang diajukan guru untuk memenuhi kegiatan pengembangan profesi yang belum memenuhi syarat baik dan benar dan tidak dapat diberi nilai.
(1) Judul : Membangun karakter bangsa melalui kegiatan ekstra kurikuler. Intisari isi : Mendiskripsikan berbagai upaya guna membangun karakter bangsa. Ditolak karena, dan saran yang diberikan: Masalah yang dikaji terlalu luas tidak berkaitan dengan permasalahan nyata yang terjadi di kelasnya. Hanya berupa “kliping” berbagai pendapat. Disarankan untuk membuat KTI baru yang berfokus pada kegiatan pemecahan masalah nyata di kelasnya. Masalah yang dikaji merupakan penelitian tentang isi mata pelajaran. Hasil penelitian berupa paparan macam kesalahan siswa. Tidak ada tindakan untuk memecahkan masalah tersebut. Disarankan untuk melanjutkan hasil penelitian tersebut dengan melakukan kegiatan yang nyata di kelasnya dalam upaya memecahkan masalah.
(2) Judul: Analisis kesalahan siswa dalam mengubah kalimat aktif menjadi kalimat pasif; Intisari isi: Mengkaji kesalahan siswa dalam memahami mata pelajaran bahasa Indonesia. Ditolak karena, dan saran yang diberikan: Tidak ada kegiatan nyata yang dilakukan untuk memperbaiki kedaaan. Sekedar paparan diskripsi dari hal yang terjadi dalam pembelajaran.
Berikut disajikan contoh Judul Penelitian KTI yang diajukan guru untuk memenuhi kegiatan pengembangan profesi dan memenuhi syarat dan dapat diberi nilai sebagai makalah hasil penelitian dengan nilai 4 kredit.
(1) Judul: Pengaruh penggunaan alat peraga gambar terhadap nilai sejarah pada siswa kelas III, sem 1. SMP X. Intisari isi: Mengkaji perbedaan prestasi siswa dengan penggunaan dua model pembelajaran sejarah (alat peraga gambar dan bagan vs media tertulis) untuk topik tertentu pada pelajaran sejarah. Penelitian eksperimen di kelas, yang melibatkan 4 kelas, dengan jumlah siswa 132 dibagi secara random dalam dua kelompok. Dilakukan selama 5 kali pertemuan.
(2) Judul: Peningkatan hasil belajar matematika melalui model belajar kelompok kooperatif , di kelas VI, SD. Intisari isi: Penelitian tindakan kelas dengan bentuk tindakan berupa penerapan pembelajaran matematika melalui model belajar kelompok kooperarif. Bentuk tindakannya dirinci dengan sangat jelas, demikian pula cara dan hasil pengumpulan data yang digunakan untuk evaluasi dan refleksi. PTK dilakukan dalam 2 siklus selama 4 bulan.
D. Penutup
Guru adalah jabatan profesi, untuk itu seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Hasil prestasi kerja guru secara profesional, berada dalam bidang kegiatan: (1) pendidikan, (2) proses pembelajaran, (3) pengembangan profesi dan (4) penunjang proses pembelajaran. Penulisan KTI sebagai kegiatan pengembangan profesi masih mempunyai berbagai masalah sehingga sulit pindah golongan dari IVa ke IVb.
Guru sebaiknya menyusun salah satu karya tulis ilmiah yang dikuasainya. Macam KTI (1) Penelitian; (2) Karangan Ilmiah (3) Ilmiah Populer; (4) Prasaran Seminar (5) Buku; (6) Diktat; (7) Terjemahan.
KTI harus sesuai (konsisten) dengan kompetensi si penulis, dan sesuai dengan tujuan si penulis untuk pengembangan profesinya sebagai guru. Sehingga apa yang dipermasalahkan haruslah sesuatu yang diperlukan dalam upaya ybs untuk mengembangkan profesinya. Hal yang utama bahwa karya tulis ilmiah tersebut mengikuti pola pikir ilmiah dengan sistematika penulisan sesuai yang dianjurkan.
Kepustakaan
Depdiknas. 2003. Petunjuk Praktis Penulisan Karya Tulis Ilmiah di Bidang Pendidikan bagi Jabatan Fungsional Guru. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
Suhardjono .2006. Laporan Penelitian sebagai KTI, makalah pada pelatihan peningkatan mutu guru dalam pengembangan profesi di Pusdiklat Diknas Sawangan, Jakarta, Februari 2006
Suharsimi. dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Penyusunan Renop (Rencana Operasional) Sekolah

Penyusunan Renop (Rencana Operasional) Sekolah
A. Pendahuluan
Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. Rencana pengembangan sekolah yang meliputi Restra dan Renop adalah dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan.
Perencanaan pengembangan sekolah tertuang dalam Restra dan Renop. Restra (Rencana Operasional) merupakan rencana jangka panjang selama empat tahun. Renop merupakan bagian dari Restra. Renop (Rencana Oprasional) merupakan rencana jangka pendek yang disusun selama satu tahun yang disusun berdasarkan Restra. Restra dan Renop disusun dengan memperhatikan kebutuhan sekolah, masyarakat serta sesuai dengan RPPP (Rencana Pengembangan Pendidikan Propinsi), RPPN (Rencana Pengembangan Pendidikan Nasional.
B. Penyusunan Renop
Secara lebih rinci penyusunan Renop tersebut adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis lingkungan operasional sekolah
Langkah ini pada prinsipnya adalah sama dengan analisis lingkungan strategis di atas. Perbedaannya adalah untuk analisis ini lebih menitikberatkan kepada lingkungan sekolah saja yang cakupannya lebih sempit dan berpengaruh langsung kepada operasional sekolah. Yaitu menganalisis terhadap kebutuhan tnasyarakat/daerah setempat, potensi daerah, potensi sekolah, potensi masyarakat sekitar, potensi geografis sekitar sekolah, potensi ekonomi masyarakat sekitar sekolah, dan potensi lainnya. Termasuk di dalamnya juga tentang regulasi atau kebijakan daerah dan peta perpolitikan daerah setempat. Hasil kajian ini (baik yang bersifat kuantitas maupun kualitas) dapat dipergunakan untuk membantu melakukan analisis pendidikan yang ada di sekolah saat sekarang ini.
2. Melakukan analisis pendidikan sekolah saat ini
Adalah suatu analisis atau kajian yang dilakukan oleh sekolah untuk mengetahui semua unsur internal sekolah yang akan dan telah mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan dan hasil-hasilnya. Analisis ini lebih menitikberatkan kepada analisis situasi pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Aspek atau unsur-unsur sekolah yang secara internal dapat dikaji antara lain mengenai kondisi saat ini tentang: PBM, guru, kepala sekolah, tenaga TU, laboran, tenaga perpustakaan, fasilitas atau sarpras, media pengajaran, buku, peserta didik, kurikulum, manajemen sekolah, pembiayaan dan sumber dana sekolah, kelulusan, sistem penilaian/evaluasi, peran komite sekolah, dan sebaginya. Hasil kajian ini dapat dirumuskan dalam "school profile" sekolahnya yang dapat dipergunakan untuk menentukan "status" atau potret sekolah saat ini. Hasil ini selanjutnya akan dibandingkan dengan kondisi ideal yang diharapkan di masa satu tahun mendatang, sehingga dapat diketahui sej auhmana kesenj angan yang terj adi.
3. Melakukan analisis pendidikan sekolah satu (1) tahun kedepan (yang diharapkan)
Pada dasarnya analisis ini sama dengan yang dilakukan untuk analisis sebelumnya di renstra, bedanya disini untuk jangka waktu satu tahun. Sekolah melakukan suatu kajian atau penelaahan tentang cita-cita potret sekolah yang ideal di masa datang (khususnya dalam satu tahun mendatang). Dalam analisis ini melibatkan semua stakeholder sekolah, khususnya mereka yang memiliki cara pandang yang visioner, sehingga dapat menentukan kondisi sekolah yang benar-benar ideal tetapi terukur, feasible, dan rasional. Diharapkan apa yang menjadi idealisme dalam satu tahun mendatang merupakan "school profile yang ideal", yaitu mampu mencapai SNP, yaitu tercapainya standar kurikulum sekolah, standar PBM, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar kelulusan, standar fasilitas, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Hasil analisis ini selanjutnya akan dipergunakan untuk membandingkan dengan kondisi sekolah saat ini (poin 2).
4. Menentukan kesenjangan antara situasi sekolah saat ini dan yang diharapkan satu (1) tahun kedepan
Dalam menentukan kesenjangan ini pada dasarnya sama ketika menyusun renstra. Berdasarkan pada hasil analisis sekolah saat ini dan analisis kondisi sekolah yang idieal satu tahun mendatang (langkah 2 dan 3), maka selanjutnya sekolah dapat menentukan kesenjangan yang terjadi antara keduanya. Kesenjangan itulah merupakan sasaran yang harus dicapai atau diatasi dalam waktu satu tahun, sehingga apa yang diharapkan sekolah secara ideal dapat dicapai. Dengan kata lain, kesenjangan tersebut merupakan selisih antara kondisi nyata sekarang dengan kondisi idealnya satu tahun ke depan. Khususnya kesenjangan tentang aspek-aspek dalam SNP, yaitu standar kurikulum sekolah, standar PBM, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar kelulusan, standar fasilitas, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
5. Merumuskan tujuan sekolah selaman satu (1) tahun ke depan (disebut juga dengan sasaran atau tujuan situasional satu tahun)
Sekolah menentukan atau merumuskan sasaran atau tujuan jangka pendek satu tahunan. Rumusan tujuan satu tahunan ini merupakan penjabaran lebih rinci, operasional, dan tahunan dalam renstra. Oleh karena itu, berbeda ataumenyimpang dari tujuan perumusannya harus mengandung aspek ABCD (audience, behaviour, condition, dan degree). Secara substansi tujuan tersebut lebih mentitikberakan kepada tujuan pencapaian SNP, yaitu pada pencapaian standar isi, proses, sarana, kelulusan atau prestasi sekolah (akadernik dan non akademik), pengelo.laan, pembiayaan, pendidik, dan penilaian. Masing-masing aspek yang dikembangkan dalam tiap tujuan dirumuskan harus operasional.
Tujuan satu tahun merupakan penjabaran dari tujuan sekolah yang telah dirumuskan berdasarkan pada kesenjangan/selisih/gap yang terjadi antara kondisi sekolah saat ini dengan tujuan sekolah untuk satu tahun ke depan. Berdasarkan pada tantangan nyata tersebut, selanjutnya dirumuskan sasaran mutu yang akan dicapai oleh sekolah. Sasaran harus menggambarkan mutu dan kuantitas yang ingin dicapai dan terukur agar mudah melakukan evaluasi keberhasilannya. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah. Untuk itu setiap sekolah harus memiliki visi, misi, dan tujuan sekolah sebelum merumuskan sasarannya.
6. Mengidentifikasi Fungsi-fungsi atau urusan-urusan sekolah untuk dikaji tingkat kesiapannya
Setelah sasaran atau tujuan tahunan ditentukan, selanjutnya dilakukan identifikasi fungsi-fungsi atau urusan-urusan sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran tersebut. Langkah ini harus dilakukan sebagai persiapan dalam melakukan analisis SWOT. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya untuk meningkatkan pencapaian ketuntasan kompetensi lulusan adalah fungsi proses belajar mengajar (PBM) dan pendukung PBM, seperti: ketenagaan, kesiswaan, kurikulum, perencanaan instruksional, sarana dan prasarana, serta hubungan sekolah dan masyarakat. Selain itu terdapat pula fungsi-fungsi yang tidak terkait langsung dengan proses belajar mengajar, diantaranya pengelolaan keuangan dan pengembangan iklim akademik sekolah. Apabila sekolah keliru dalam menetapkan fungsi-fungsi tersebut atau fungsi tidak sesuai dengan sasarannya, maka dapat dipastikan hasil analisis akan menyimpang dan tidak berguna untuk memecahkan persoalan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam menentukan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang ditentukan. Agar lebih mudah, dalam identifikasi fungsi dibedakan fungsi-fungsi pokok yang berbentuk proses, misalnya KBM, latihan, pertandingan, dan sebagainya serta fungsi-fungsi yang berbentuk pendukung, yang berbentuk input misalnya ketenagaan, sarana¬prasarana, anggaran, dan sebagainya. Pada setiap fungsi ditentukan pula faktor-faktornya, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal agar setiap fungsi memiliki batasan yang jelas dan mernudahkan saat melakukan analisis.
Setelah fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran telah diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan masing-masing fungsi beserta faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).
7. Melakukan Analisis SWOT
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Oleh karena tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi tersebut, baik faktor internal maupun eksternal.
Dalam melakukan analisis terhadap fungsi dan faktor-faktornya, maka berlaku ketentuan berikut: Untuk tingkat kesiapan yang memadai, artinya, minimal memenuhi kriteria kesiapan yang d~perlukan untuk mencapai sasaran, dinyatakan sebagai kekuatan bagi faktor internal atau peluang bagi faktor eksternal. Sedangkan tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya, tidak memenuhi kriteria kesiapan minimal, dinyatakan sebagai kelemahan bagi faktor internal atau ancaman bagi faktor eksternal.
Untuk menentukan kriteria kesiapan, diperlukan kecermatan, kehati¬hatian, pengetehuan, dan pengalaman yang cukup agar dapat diperoleh ukuran kesiapan yang tepat.
Kelemahan atau ancaman yang dinyatakan pada faktor internal dan faktor eksternal yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan. Selama masih adanya fungsi yang tidak siap atau masih ada persoalan, maka sasaran yang telah ditetapkan diduga tidak akan dapat tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran dapat tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mengubah fungsi tidak siap menjadi siap. Tindakan yang dimaksud disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang pada hakekatnya merupakan tindakan mengatasi kelemahan atau ancaman agar menjadi kekuatan atau peluang.
Setelah diketahui tingkat kesiapan faktor melalui analisis SWOT, langkah selanjutnya ada?ah memilih alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap dan mengoptimalkan fungsi yang dinyatakan siap.
Oleh karena kondisi dan potensi sekolah berbeda-beda antara satu dengan lainnya, maka alternatif langkah-langkah pemecahan persoalannya pun dapat berbeda, disesuaikan dengan kesiapan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya di sekolah tersebut. Dengan kata lain, sangat dimungkinkan suatu sekolah mempunyai langkah pemecahan yang berbeda dengan sekolah lain untuk mengatasi persoalan yang sama. Oleh karena itu dalam analisis SWOT harus dilakukan pada tiap sasaran.
8. Merumuskan dan Mengidentifikasi Alternatif Langkah-langkah Pemecahan Persoalan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan untuk sasaran pertama, maka dapat diidentifikasi kelemahan dan ancaman yang dihadapi oleh sekolah pada hampir semua fungsi yang diberikan. Pada fungsi PBM yang menjadi kelemahan adalah siswa kurang disiplin, guru kurang mampu memberdayakan siswa dan umumnya tidak banyak variasi dalam memberikan bahan pelajaran di kelas serta waktu yang digunakan kurang efektif. Sedangkan yang menjadi ancaman adalah kurang siapnya siswa dalam menerima pelajaran, terutama pada pagi dan siang hari menjelang pulang. Disamping itu, suasana lingkungan sekolah yang kurang kondusif dan ramai karena berdekatan dengan pusat keramaian kota.
Selanjutnya untuk mengatasi kelemahan atau ancaman tersebut, sekolah mencari alternatif alternatif langkah-langkah memecahkan persoalan. Dengan kata lain, alternative pemecahan rnasalah pada dasarnya merupakan cara mengatasi fungsi yang belum memenuhi kesiapan.
9. Menyusun Rencana Program
Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa untuk memecahkan persoalan yang sama, masing-masing sekolah dapat menentukan alternatif pemecahan persoalan yang berbeda-beda sesuai potensi yang dimiliki sekolah dan memilih alternatif yang paling menguntungkan serta efisien bagi sekolah. Berdasarkan pada beberapa alternatif pemecahan persoalan yang dihasilkan dari analisis SWOT tersebut, sekolah `X' selanjutnya menyusun program sesuai dengan kemampuan sekolah. Sekolah yang sukses adalah sekolah yang mampu melaksanakan alternative pemecahan masalah dengan inovatif maksimal dan biaya minimal.
Dari alternatif langkah-langkah pemecahan persoalan yang ada, Kepala sekolah sekolah bersama-sama dengan unsur Komite Sekolah, menyusun dan merealisasikan rencana dan program-programnya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan. Hal itu juga diperlukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun orangtua peserta didik, baik secara moral maupun finansial.
10. Menentukan tonggak-tonggak kunci keberhasilan (milestone)
Berdasarkan pada tujuan atau sasaran satu tahunan dan program di atas, maka selanjutnya dapat dirumuskan tentang apa-apa saja yang akan dihasilkan (sebagai output), baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif dan dalam waktu kapan akan dicapai dalam waktu satu tahun. Misalnya dari program pencapaian SNP tentang standar sarana dan prasarana pendidikan, bentuk hasil yang akan dicapai sarana pendidikan apa saja dalam jangka satu tahun bisa terwujud. Misalnya dalarn empat tahun akan mencapai standar sarana pendidikan 100%, maka pada tahun pertama ini akan dicapai 25%. Demikian pula untuk hasil-hasil yang akan dicapai dari program-program lainnya.
11. Menyusun rencana biaya (besar dana, alokasi, sumber dana).
Selanjutnya sekolah merencanakan alokasi anggaran biaya untuk kepentingan satu tahun. Dalam membuat rencana anggaran ini dari setiap besarnya alokasi dana harus dimasukkan asal semua sumber dana, misalnya dana dari rutin atau daerah, dari pusat, dari komite sekolah, atau dari seumber dana lainnya. Untuk- memastikan bahwa dana yang diperlukan benar-benar keluar (terpenuhi), maka setiap sekolah perlu memahami dan mengetahui tentang RPPK, RPPP, dan RPPN, sehingga perkiraan sumber dana dapat diprediksi dengan tepat. Penyusunan rencana anggaran ini dituangkan ke dalam Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS). Dalam penyusunannya harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dari masing-masing penyandang dana. Sangat dimungkinkan suatu program dibiayai dengan subsidi silang dari berbagai pos atau sumber dana. Program-program yang memerlukan bantuan dari pusat harus dialokasikan sumber dana dari pusat dengan sharing dari sekolah dan komite sekolah atau bahkan daerah. Misalnya untuk pembangunan ruang kelas baru, laboratorium baru, gedung perpustakaan, dan sebagainya. Sedangkan yang berupa program rehab besar dana lebih diprioritaskan dari propinsi. Sedangkan iintuk program yang lebih operasional bisa dari dana blockgrant atau lainnya yang bersifat lebih luwes. Pada era otonomi daerah ini, maka sekolah dan daerah memiliki kewajiban yang lebih besar dalam hal pemenuhan unit cost pendidikan anak/siswa. Dalam penyusunan anggaran di RAPBS, maka setiap program atau kegiatan harus nampak jelas, terukur, dan rinci untuk memudahkan dalam menentukan besarnya dana yang diperlukan.
12. Menyusun rencana pelaksanaan program
Perumusan atau penyusunan rencana pelaksanaan program ini lebih mengarah kepada kiat, cara, teknik, dan atau strategi yang jitu, efisien, efektif, dan feasibel untuk dilaksanakan. Cara di sini harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai pada program tersebut. Beberapa cara yang bisa ditempuh misalnya dengan pelatihan atau workshop, seminar, lokakarya, temu alumni, kunjungan, in house training, matrikulasi, remedial, pengayaan, pendampingan, bimbingan teknis rutin, dan sebagainya. Dalam perencanaan pelaksanaan harus mempertimbangkan alokasi waktu, ketersediaan dana, SDM, fasilitas, dan sebagainya.
13. Menyusun rencana pemantauan dan evaluasi
Perumusan di sini pada dasarnya sama dan mengacu kepada renstra khususnya tentang rencana supervisi klinis, monitoring, dan evaluasi di sekolah. Sekolah merumuskan tentang rencana supervisi, monitoring internal, dan evaluasi internal sekolahnya oleh kepala sekolah dan tim yang dibentuk sekolah. Harus dirumuskan rencana supervisi yang akan dilakukan sekolah ke semua unsur sekolah, dirumuskan monitoring tiap kegiatan sekolah oleh tim, dan harus dirumuskan evaluasi kinerja sekolah oleh tim. Oleh siapa dan kapan dilaksanakan harus dirumuskan secara jelas selama kurun waktu satu tahun. Dengan demikian, sekolah dapat memperbaiki kelemahan proses dan dapat mengetahui keberhasilan atau kegagalan tujuan dalam kurun waktu satu tahun tersebut. Pada akhirnya sekolah akan mengetahui program apa yang dapat dicapai dan kapan suatu target SNP akan dicapai dengan pasti. Pemantauan pihak luar dilakukan kepada sekolah bukan ditentukan oleh sekolah. Yang paling utama justru sekolah juga harus melakukan pemantauan dan supervisi sendiri untuk mengetahui posisi sekolahnya.
14. Membuat jadwal pelaksanaan program
Apabila program-program telah disusun dengan baik dan pasti, selanjutnya sekolah merencanakan alokasi waktu per mingguan atau bulanan atau triwulanan dan seterusnya sesuai dengan karakteristik program yang bersangkutan. Fungsi utama dengan adanya penjadwalan ini adalah untuk pegangan bagi para pelaksana program dan sekaligus mengontrol pelaksanaan tersebut.
15. Menentukan penanggungjawab program/kegiatan
Sekolah harus menentukan siapa penanggung jawab suatu kegiatan/program, kelompok program dan atau keseluruhan program. Dengan SK Kepala Sekolah, maka bagi tiap orang atau kelompok orang dapat menjadi penanggung jawab atau anggota pelaksana program kegiatan. Pertimbangan utamanya adalah profesionalitas, kesesuaian, kewenangan, kemampuan, kesediaan, dan kesempatan yang ada.. Keterlibatan pihak luar, seperti komite sekolah, tokoh masyarakat, dan sebagainya dapat dilibatkan sesuai dengan kepentingannya. Pada prinsipnya Renop ini harus diketahui, disetujui, dan disyahkan oleh berbagai pihak terkait (Sekolah, Komite Sekolah, Dinas Pendidikan Daerah).
Kepustakaan

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.
Amstrong, Michael. 2003. How to be an Even Better Manager (Menjadi Manajer yang Lebih Baik Lagi). Batam Centre, 29432 : Binarupa Aksara, PO. Box 238
Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Depdiknas.¬¬¬¬2002. Penyusunan Program Sekolah; Materi Pelatihan Terpadu Untuk Kepala Sekolah. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Depdiknas. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP.

Siswanto, H.B. 2006. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Leslie, W. 2003. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara

Malayu, S.P. Hasibuan. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara

Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi – Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : PT. Remaja RosdaKarya.

Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Siswanto, H.B. 2006. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Stephen, P. Robbins. 1999. Manajemen (Management, Sixth Edition). Jakarta: PT. Prenhallindo

Thoha, Miftah. 2001. Kepemimpinan dalam Manajemen Suatu Pendekatan Prilaku. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada

Thoha, Miftah. 2004. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada

Undang-Undang Sisdiknas, 2003 (UU RI No. 20 Th. 2003) Jakarta : Sinar Grafika.

Wahjosumidjo. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah – Tinjauan Teoritik dan Permasalahan. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Wahjosumidjo, 1984. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Tuesday 12 May 2009

Tugas Bahasa Indonesia Kelas XII

1. Uraikan pengertian paragraf deduksi!
2. Uraikan pengertian paragraf induksi!
3. Uraikan pengertian paragraf sebab-akibat!
4. Uraikan pengertian paragraf akibat-sebab!
5. Sebutkan tiga ciri paragraf deduksi!
6. Sebutkan tiga ciri paragraf induksi!
7. Sebutkan tiga ciri paragraf sebab-akibat!
8. Sebutkan tiga ciri paragraf akibat-sebab!
9. Buatlah sebuah contoh pengembangan paragraf deduksi!
10. Buatlah sebuah contoh pengembangan paragraf induksi!
11. Buatlah sebuah contoh pengembangan paragraf sebab-akibat!
12. Buatlah sebuah contoh pengembangan paragraf akibat-sebab!
»»  BACA SELENGKAPNYA...

MY FOLLOWER