Tuesday 24 November 2009

Penilaian Pengembangan Paragraf

Lampiran 2. Format Penilaian Hasil Belajar



Keterangan:
Kesesuaian jenis paragraf dengan pedoman penskoran sebagai berikut:
1= Sangat tidak sesuai
2= Tidak sesuai
3= kurang sesuai
4= sesuai
5= sangat sesuai
Kohesi dengan pedoman penskoran sebagai berikut:
1= terdapat 4 kalimat tidak kohesif/kesatuan dalam paragraf
2= terdapat 3 kalimat tidak kohesif/kesatuan dalam paragraf
3= terdapat 2 kalimat tidak kohesif /kesatuan dalam paragraf
4= terdapat 1 kalimat tidak kohesif /kesatuan dalam paragraf
5= terdapat 0 kalimat tidak kohesif/kesatuan dalam paragraf
Koherensi dengan pedoman penskoran sebagai berikut:
1= terdapat 4 kalimat tidak koherensif/padu dalam paragraf
2= terdapat 3 kalimat tidak koherensif /padu dalam paragraf
3= terdapat 2 kalimat tidak koherensif /padu dalam paragraf
4= terdapat 1 kalimat tidak koherensif/padu dalam paragraf
5= terdapat 0 kalimat tidak koherensif/padu dalam paragraf
Ejaan dengan pedoman penskoran sebagai berikut:
1= terdapat 4 kesalahan ejaan dalam paragraf
2= terdapat 3 kesalahan ejaan dalam paragraf
3= terdapat 2 kesalahan ejaan dalam paragraf
4= terdapat 1 kesalahan ejaan dalam paragraf
5= terdapat 0 kesalahan ejaan dalam paragraf
Pilihan kata dengan pedoman penskoran sebagai berikut:
1= terdapat 4 kesalahan pilihan kata dalam paragraf
2= terdapat 3 kesalahan pilihan kata ejaan dalam paragraf
3= terdapat 2 kesalahan pilihan kata dalam paragraf
4= terdapat 1 kesalahan pilihan kata dalam paragraf
5= terdapat 0 kesalahan pilihan kata dalam paragraf
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Saturday 21 November 2009

Perencanaan Pengembangan Sekolah Drs.H.M.Jidar Barahima, M.M. Kepala SMAN 1 Liliriaja Soppeng

A. Pendahuluan
Pendidikan sebagai suatu sistem yang perlu dimaksimalkan fungsinya. Kepala Sekolah sebagai manajer diharapkan memiliki kemampuan dalam hal: (1) mampu menyusun program jangka panjang delapan tahun, program jangka menengah, program jangka pendek; (2) mampu menyusun organisasi/personalia, susunan program sekolah, personalia pendukun, menyusun personalia untuk kegiatantemporer; (3) mampu menggerakkan staf, guru dan karyawan, memberi arahan, meng¬koordinasikan staf yang sedang melaksanakan tugas; (4) mampu mengoptimalkan sumber daya manusia sekolah, memfaatkan sumber daya manusia secara optimal, memamfaatkan sarana/prasarana secara optimal, membuat sarana/prasarana milik sekolah (Depdiknas, 2002).
Fungsi perencanaan pengembangan sekolah merupakan tugas kepala sekolah yang sangat penting dalam mengantar sekolah bermutu. Namun yang menjadi kendala adalah tidak semua pihak sekolah memahami bagaimana wujud dan tahapan perencanaan pengembangan sekolah itu.
Permasalahannya adalah, Apa sajakah yang harus dilakukan dalam merencanakan pengembangan sekolah? Kata kunci: perencanaan dan pengembangan sekolah.
B. Perencanaan Pengembangan Sekolah
Perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan cakupan pencapaiannya. Suatu perencanaan adalah suatu aktivitas integratif yang berusaha memaksimumkan efektivitas seluruh komponen suatu sistem sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Siswanto, 2006).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), setiap sekolah harus memenuhi SNP. Oleh karena itu, aspek-aspek yang harus disusun dalam perencanaan pengembangan sekolah juga harus sesuai dengan tuntutan SNP tersebut yaitu 8 (delapan) standar nasional pendidikan: kompetensi lulusan, isi (kurikulum), proses, pendidik, dan tenaga kependidikan, pengelolaan, prasarana dan sarana, pembiayaan, dan penilaia, (Depdiknas, 2006).
Dari delapan SNP tersebut dapat dijabarkan lebih rinci dalam RPS (Rencana Pengembangan Sekolah), meliputi: (1) pemerataan kesempatan, (2) peningkatan kualitas, (3) peningkatan efisiensi, (4) peningkatan relevansi, (5) peningkatan kapasitas.
Pemerataan kesempatan meliputi persamaan kesempatan, akses, dan keadilan atau kewajaran. Contoh-contoh perencanaan pemerataan kesempatan misalnya: bea siswa untuk siswa miskin, peningkatan angka melanjutkan, pengurangan angka putus sekolah;
Peningkatan kualitas meliputi input, proses, dan output, dengan catatan hahwa output sangat ditentukan oleh proses, dan proses sangat dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input. Contoh-contoh perencanaan kualitas misalnya, pengemhangan input siswa, pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah, konselor. pustakawan, laboran, dsb.), pengembangan sarana dan fasilrtas sekolah, seperti: pengembangan haboratorium IPA, Laboratorium Bahasa, haboratorium IPS, Laboratorium Komputer, dan lab. lainnya pengembangan media pembelajaran, pengembangan ruang/kantor, rasio (siswa/guru, siswa/kelas, siswa/ sekolah), pengembangan bahan ajar, pengembangan model pembelajaran (pembeiajaran tuntas, pembelajaran dengan melakukan, pembelajaran kontekstual, pembelajaran kooneratif, dsb.), pengembangan lingkungan nembelajaram yang kondusif; penge-mhangan komite sekolah, dsb. Peningkatan kualitas siswa (UN, UAS, keterampilan kejuruaan, kesenian, olahraga, karya ilmiah, keagamaan. kedisiplinan, karakter, budi-pekerti);
Peningkatan efisiensi merujuk pada hasil yang maksimal dengan biaya yang wajar. Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal merujuk kepada hubungan antara output sekolah (pencapaian prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memroses/menghasilkan output sekolah. Efisiensi eksternal merujuk kepada hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual, sosial. ekonomik dan nun-ekonomik) yang didapat setelah kurun waktu yang panjang diluar sekolah. Contoh-contoh perencanaan peningkatan efisiensi misalnya: peningkatan angka kelulusan, rasio keluaran/masukan, angka kenaikan kelas/transisi, penurunan angka mengulang, angka putus sekolah, dan peningkatan angka kehadiran, serta peningkatan pembiayaan pendidikan peserta didik;
Peningkatan relevansi merujuk kepada kesesuaian hasil pendidikan dengan kebutuhan (needs), baik kebutuhan peserta didik, kebutuhan keluarga, dan kebutuhan pembangunan yang meliputi berbagai sektor dan sub-sektor. Contoh perencanaan relevansi misalnya; program keterampilan kejuru-an/kewirausahaan/usaha kecil bagi siswa-siswa yang tidak melanjutkan, kurikulum muatan lokal, pendidikan kecakapan hidup khususnya untuk mencari nafkah.
Pengembangan kapasitas sekolah adalah upaya-upaya yang dilakukan secara sistematik untuk menyiapkan kapasitas sumberdaya sekolah (sumberdaya manusia dan sumberdava selebihnya), pengembangan kelembagaan sekolah, pengembangan manajemen sekolah, dan pengembangan sistem sekolah agar mampu dan sanggup menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam kerangka untuk menghasilkan output yang diharapkan serta menghasilkan pola pengelolaan sekolah yang "good governance" dan akuntabel.
Perencanaan pengembangan sekolah tertuang dalam Restra dan Renop. Restra (Rencana Operasional) merupakan rencana jangka panjang selama empat tahun. Renop (Rencana Oprasional) merupakan rencana jangka pendek yang disusun selama satu tahun.
Renstra menggambarkan suatu perencanaan pengembangan sekolah yang menggambarkan tentang program-program sekolah yang akan dilaksanakan dan dicapai selama kurun waktu empat tahun. Program-¬program tersebut lebih bersifat garis besar, baik menyangkut fisik maupun non fisik, yang semuanya mengacu kepada SNP. Sedangkan Renop merupakan bagian tidak terpisahkan dari Renstra, dan lebih merupakan penjabaran operasional dari Renstra. Program-program dalam Renop lebih detail yang akan dilaksankan dan dicapai dalam satu tahun (Depdiknas, 2006).
Renstra dibuat pada awal tahun untuk empat tahun mendatang, sedangkan Renop dibuat pada tahun pertama dari empat tahun yang akan dilaksanakan. Baik dalam Renstra maupun Renop semua sumber dana dan alokasi biaya sudah dapat diprediksi sebelumnya. Dalam hal program, baik Renstra maupun Renop harus memperhatikan kebutuhan sekolah, masyarakat serta sesuai dengan RPPP dan RPPN.
C. Kesimpulan
Rencana Pengembangan Sekolah meliputi: (1) pemerataan kesempatan, (2) peningkatan kualitas, (3) peningkatan efisiensi, (4) peningkatan relevansi, (5) peningkatan kapasitas. Perencanaan pengembangan sekolah tertuang dalam Restra dan Renop. Restra (Rencana Operasional) merupakan rencana jangka panjang selama empat tahun. Renop (Rencana Oprasional) merupakan rencana jangka pendek yang disusun selama satu tahun.
Kepustakaan
Depdiknas.¬¬¬¬2002. Penyusunan Program Sekolah; Materi Pelatihan Terpadu Untuk Kepala Sekolah. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Depdiknas. 2006. Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan RPS (Rencana Pengembangan Sekolah) Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP.
Siswanto, H.B. 2006. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahjosumidjo. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah – Tinjauan Teoritik dan Permasalahan. Jakarta : Rajagrafindo Persada.
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Thursday 19 November 2009

Pendekatan Lingkungan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

1. Pendahuluan
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Pendekatan pembelajaran ikut berperan dalam keberhasilan proses pembelajaran bahasa Indonesia. Itulah sebabnya pendekatan pembelajaran juga perlu dikembangkan untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Oleh karena itu, guru harus memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif, sehingga hasil pembelajaran dapat ditingkatkan.
Mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi empat macam standar kompetensi yaitu membaca, mendengarkan, berbicara, dan menulis. Keempat standar kompetensi itu harus diberikan kepada siswa dengan alokasi waktu yang memadai. Untuk bisa menyampaikan standar kompetensi tersebut kepada siswa, diperlukan kemampuan dari guru dalam memilih pendekatan dan metode secara tepat dan efektif.
Permasalahannya adalah bagaimana menerapkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
2. Pendekatan Lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik, jika apa yang dipelajari diangkat dari lingkungan, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungannya (Mulyasa, 2005:101)
Dalam pendekatan lingkungan, pelajaran disusun sekitar hubungan dan faedah lingkungan. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai makna dan ada hubungannya antara peserta didik dengan lingkungannya. Pengetahuan yang diberikan harus memberi jalan keluar bagi peserta didik dalam menanggapi lingkungannya. Pemilihan tema sebaiknya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik. Misalnya di lingkungan petani, tema yang berkaitan dengan pertanian akan memberikan makna yang lebih mendalam bagi para peserta didik. Demikian halnya di lingkungan pantai, tema tentang kehidupan pantai akan sangat menarik minat dan perhatian peserta didik.
Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti peserta didik mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri apa-apa yang ada di lingkungan sekitar, baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Pada kesempatan itu, peserta didik dapat menanyakan sesuatu yang ingin diketahui kepada orang lain di lingkungan mereka yang dianggap tahu tentang masalah yang dihadapi.
Berkaitan dengan pendekatan lingkungan ini, UNESCO (dalam Mulyasa, 2005:102) mengemukakan jenis-jenis lingkungan yang dapat didayagunakan oleh peserta didik untuk kepentingan pembelajaran yaitu:
1) Lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik, biologi, sosio ekonomi, dan budaya yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan kehidupan peserta didik.
2) Sumber masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada dalam suatu kelompok masyarakat.
3) Ahli-ahli setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan khusus dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara:
1) Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan dengan metode karyawisata, metode pemberian tugas, dan lain-lain.
2) Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli. Seperti nara sumber. Bisa juga sumber tiruan, seperti: model, dan gambar (Muslim, 2007:3)
Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mendayagunakannnya dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan tema dan lingkungan yang akan didayagunakan hendaknya didiskusikan dengan peserta didik.
3. Pendekatan Lingkungan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Adapun ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
Dalam kaitan untuk membekali keterampilan berkomunikasi, maka siswa harus dibiasakan dengan kegiatan membaca dan menulis. Jadi dari keempat aspek tersebut, aspek membaca dan menulis dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu mendapat porsi yang lebih dibandingkan dengan aspek yang lain. Dengan demikian, kemampuan membaca dan menulis itu perlu diberi makna yang dapat berguna bagi peningkatan kehidupannya.
Pendekatan lingkungan dapat dilakukan untuk pelajaran membaca, misalnya, bahan bacaan dapat diambil dari surat kabar. Di samping surat kabar yang berskala nasional yang banyak menyajikan isu-isu nasional, ada surat kabar lokal yang banyak menyajikan isu-isu daerah. Kedua jenis sumber ini dapat dimanfaatkan. Bahan bacaan yang mengandung muatan nasional dan global dapat diambil dari surat kabar berskala nasional, sedangkan bahan bacaan yang mengandung muatan lokal dapat diambil dari surat kabar daerah. Berdasarkan bahan bacaan ini, guru dapat mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia yang kontekstual. Peserta didik diperkenalkan dengan isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat di sekitarnya dan masyarakat yang tatarannya lebih luas.
Sebagai ilustrasi, dalam pembelajaran membaca, agar siswa tertarik pada pembelajaran tersebut dan agar dalam diri siswa tumbuh minat atau kegemaran membaca, maka guru bisa memberikan stimulus yang berupa tugas. Tugas yang diberikan bisa secara individu maupun kelompok. Misalnya tugas membaca novel atau buku-buku pengetahuan yang terdapat di perpustakaan sekolah. Untuk menyelesaikan tugas seperti yang dimaksud di atas, maka para siswa tersebut harus:
a. Masuk ke ruang perpustakaan
b. Pergi ke tempat penyimpanan buku
c. Memilih novel atau buku yang dimaksud
d. Membawa novel atau buku tersebut ke ruang baca
e. Membaca novel atau buku tersebut
Menurut KTSP, kegiatan pembelajaran tidak selalu berlangsung di dalam kelas. Kegiatan pembelajaran dapat juga dilakukan di luar kelas atau di luar sekolah. Dengan beragamnya tempat pembelajaran dapat membuat suasana belajar tidak membosankan. Misalnya saja untuk pembelajaran menulis. Pelaksanaan pembelajaran menulis ini selain dilaksanakan di dalam kelas, juga bisa dilaksanakan di luar kelas atau bahkan di luar sekolah.
Sesuai dengan fungsi pendekatan lingkungan, pembelajaran menulis yang dilaksanakan di dalam kelas dapat melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai sumber belajar. Misalnya saja ada orang tua peserta didik yang berprofesi sebagai wartawan, maka guru dapat mengundang orang yang bersangkutan untuk berbicara dan berdiskusi tentang pekerjaannya dengan peserta didik.
Dalam lingkungan sekolah, staf sekolah juga dapat dimanfaatkan. Misalnya, untuk pelajaran menulis surat resmi, guru bisa meminta staf administrasi untuk berbicara tentang penulisan surat. Hal ini di samping berguna sebagai sumber belajar, kegiatan ini juga berguna untuk membentuk lingkungan sekolah yang kondusif, yaitu adanya hubungan dan kerja sama yang baik di antara peserta didik, guru, dan staf.
Untuk pembelajaran menulis yang dilaksanakan di luar sekolah, siswa bisa diajak berkunjung ke suatu tempat yang sesuai dengan tema yang sudah ditetapkan. Misalnya: daerah pegunungan, pantai atau lembaga-lembaga tertentu. Adapun metode yang digunakan bisa menggunakan metode karyawisata, yaitu suatu perjalanan yang dilakukan oleh peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam karyawisata menurut Mulyasa (2005:112) adalah sebagai berikut:
1) menentukan sumber-sumber masyarakat sebagai sumber pembelajaran
2) mengamati kesesuaian sumber belajar dengan tujuan dan program sekolah
3) menganalisis sumber belajar berdasar nilai-nilai pedagogis
4) menghubungkan sumber belajar dengan kurikulum, apakah sesuai dengan tuntutan kurikulum atau tidak.
Selain metode karyawisata, juga bisa digunakan metode latihan, merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, dan suatu keterampilan.
Dalam pembelajaran menulis, stimulus yang diberikan bisa berupa latihan. Dalam setiap proses pembelajaran menulis, latihan menjadi komponen utama yang harus dirancang dan dilaksanakan. Penyajian materi saja sama sekali tidak menjamin pemunculan respons yang diharapkan jika tidak ada komponen latihannya. Hal ini membuktikan bahwa latihan bagi siswa menjadi penting nilainya dalam suatu proses pembelajaran menulis.
Menurut Roestiyah dan Yumiati Suharto (1995:128) ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam metode latihan yaitu:
1) Guru harus memilih latihan yang mempunyai arti luas, yang mampu menyadarkan siswa akan kegunaan bagi kehidupannya sekarang ataupun di masa yang akan datang.
2) Guru harus mengadakan variasi latihan dengan mengubah situasi dan kondisi latihan, sehingga timbul respons yang berbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan keterampilannya.
3) Perlu mengutamakan ketepatan, agar siswa melakukan latihan secara tepat.
4) Waktu latihan hendaknya singkat sehingga tidak meletihkan dan membosankan. Waktu latihan harus menyenangkan dan menarik, sehingga menghasilkan keterampilan yang baik.
Sebagai ilustrasi, dalam pembelajaran menulis. Setelah siswa diajak melihat lingkungan alam ke suatu tempat tertentu, kemudian siswa diberi latihan untuk menulis puisi atau menulis cerita dengan tema yang sudah ditentukan. Dengan seringnya latihan menulis, lama kelamaan siswa akan mempunyai keterampilan menulis dengan baik. Bagi siswa yang berhasil menulis puisi atau menulis non sastra dengan baik perlu mendapatkan penguatan. Penguatan di sini bisa berupa hadiah atau pujian. Sedangkan siswa yang tidak melakukan latihan yang diberikan oleh guru, perlu mandapat teguran atau hukuman.
4. Penutup
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pendekatan lingkungan dapat dilakukan untuk pelajaran membaca, misalnya, bahan bacaan dapat diambil dari surat kabar. Di samping surat kabar yang berskala nasional yang banyak menyajikan isu-isu nasional, ada surat kabar lokal yang banyak menyajikan isu-isu daerah. Untuk pembelajaran menulis yang dilaksanakan di luar sekolah, siswa bisa diajak berkunjung ke suatu tempat yang sesuai dengan tema yang sudah ditetapkan. Misalnya: daerah pegunungan, pantai atau lembaga-lembaga tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, E. 2005a. Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: remaja Rosdakarya.
________. 2005b. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslim, M. Umar. 2007. KTSP dan Pembelajaran Bahasa Indonesia. http://Johnherf.wordpress.com/2007/03/15/ktsp-dan-pembelajaran-bahasa-indonesia/ diakses pada tanggal 21 April 2007
Roestiyah dan Yumiati Suharto. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Bina Aksara.
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Kepala Sekolah sebagai Supervisor

A. Pendahuluan
Mulyasa (2003: 98) menyatakan bahwa kepala sekolah harus berfungsi sebagai EMASLIM (edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator).
Kepala sekolah sebagai supervisor, ia harus mampu melakukan pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih hati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.
Supervisi pengajaran harus dilakukan oleh kepala sekolah yang memiliki kompetensi kepengawasan yang professional. Berdasarkan PP No. 19 tahun 2005 pasal 39 mengatur kompetensi kepala sekolah dalam kepengawasan harus memiliki kualifikasi: (1) merencanakan supevisi, (2) me¬laksanakan supervisi, dan (3) menindaklanjuti hasil supervisi.
Berdasarkan kenyataan banyak guru merasa takut disupervisi dan banyak pula kepala sekolah tidak melaksanakan supervisi kepada seluruh gurunya. Oleh karena itu, perlu diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah. Kata kuncinya adalah kepalah sekolah dan supervisor
B. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Sebagai supervisor, kepala sekolah harus: (1) mampu menyusun program supervisi; memiliki program supervisi KBM dan BK; memiliki program supervisi untuk kegiatan ekstrakurikuler, (2) mampu melaksanakan program supervisi; memiliki program supervisi kelas/klinis; melaksanakan supervisi dadakan (klinis); melaksanakan program supervisi untuk kegiatan ekstrakurikuler, (3) mampu menggunakan hasil supervisi; memfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan profesionalisme guru dan karyawan; memfaatkan hasil supervisi untuk pembangunan sekolah.
Ada empat aspek kompetensi yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran, yaitu: (1) mengetahui cara mengerjakan tugas, (2) bisa mengerjakan tugas, (3) mau mengerjakan tugas, dan (4) mau mengembangkan diri. Dengan demikian, melalui supervisi pengajaran betul-betul mampu membuat guru semakin professional mengelola pembelajaran.
Program supervisi di sekolah adalah program pengembangan guru yang kegiatannya dirancang dengan tema-tema yang berkisar pada penyajian informasi pendekatan pembelajaran yang meliputi: membantu guru memahami informasi, membantu guru mengaplikasikan pemahaman pembelajaran, dan membantu guru memahami tingkat pengetahuan serta integrasi nilai dan sikap.
Menurut Sagala (2007) supervisi pendidikan meliputi (1) me¬nilai dan membina guru dan seluruh staf sekolah dalam bidang teknis edukatif dan administratif; (2) usaha mencari, mengembangkan dan mempergunakan berbagai metode belajar-mengajar yang lebih baik dan sesuai untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik; (3) meng¬usahakan dan mengembangkan kerja sama yang baik antara guru, kepala sekolah, peserta didik dan pegawai sekolah; (4) mengembangkan kerja sama antara kelompok kerja guru, musyawarah guru mata pelajaran, kelompok kerja kepala sekolah dan musyawarah kepala sekolah; dan (5) upaya mempertinggi kualitas guru dan kepala sekolah melalui penataran, orientasi dan up-grading.
Mengajar adalah keterlibatan guru dan siswa dalam interaksi dan pembelajaran. Guru dalam proses ini sebagai koordinator menyusun, mengkoordinasikan, dan mengatur situasi belajar dan bukan menentukan pembelajaran. Dapat dikemukakan bahwa tugas mengajar guru adalah segala aktivitas dan tanggung jawab guru dalam keterkaitannya dengan siswa pada interaksi, pembelajaran, kegiatan belajar-mengajar sampai pada pengawasan dan penilaian hasil belajar siswa.
Dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya maka kepala sekolah harus selalu mengadakan supervisi. Kegiatan dilakukan oleh kepala sekolah dalam supervise pembelajaran, yaitu; (1) mendengarkan, (2) mengklasifikasi, (3) men¬¬dorong, (4) mempresentasikan, (5) memecahkan masalah, (6) ber¬negosiasi, (7) men¬demostrasikan, (8) memastikan, (9) standarisasi, dan (10) menguat¬kan.
Mendengarkan berarti kepala sekolah sebagai supervisor mendengarkan segala yang dikemukakan oleh guru dalam mengelola prroses belajar-mengajar. Mengklarifikasi berarti mempertegas apa yang dikemukakan oleh guru. Mempresentasikan berarti kepala sekolah mengemukakan persepsi dan pemikirannya terhadap apa saja yang dikemukakan persepsi dan pemikirannya terhadap apa saja yang dikemukakan oleh guru. Peran supervisor bersama guru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi guru. Bernegoisasi berarti supervisor membuat kesepakatan pembagian tugas bersama guru. Mendemonstrasikan performansi tertentu, sebagai contoh untuk diikuti guru. Memastikan berarti supervisor memastikan seharusnya dilakukan oleh guru. Standardisasi berarti bahwa supervisor mengadakan penyesuaian bentuk pengajaran bersama-sama dengan guru. Sedangkan menguatkan berarti supervisor meng-gambarkan kondisi-kondisi menguntungkan bagi pembinaan guru.
Tujuan umum supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru (dan staf sekolah yang lain) agar personil tersebut mampu meningkatkan kualitas kinerjanya, terutama dalam melaksanakan tugas, yaitu melaksanakan proses pembelajaran. Selanjutnya apabila kualitas kinerja guru dan staf sudah meningkat, demikian pula mutu pembelajarannya, maka diharapkan prestasi belajar siswa juga akan meningkat. Pemberian bantuan pembinaan dan pembimbing tersebut dapat bersifat langsung ataupun tiadak langsung kepada guru yang bersangkutan, (Arikunto, 2004: 40).
Bertitik tolak dari komponen-komponen sistem pembelajaran atau faktor-faktor penentu keberhasilan belajar maka tujuan khusus supervisi akademik menurut Arikunto (2004: 41) adalah:
1. Meningkatkan kinerja siswa sekolah dalam perannya sebagai peserta didik yang belajar dengan semangat tinggi, agar dapat mencapai prestasi belajar secara optimal;
2. Meningkatkan mutu kinerja guru di sehingga berhasil membantu dan membimbing siswa mencapai prestasi belajar clan pribadi sebagaimana diharapkan;
3. Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik di dalam proses pembelajaran di sekolah serta mendukung dimilikinya kemampuan pada diri lulusan sesuai dengan tujuan lembaga;
4. Meningkatkan keefektifan dan keefisiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengopimalkan keberhasilan belajar siswa;
5. Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah, khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal, yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana diharapkan. Dalam mensupervisi pengelolaan ini supervisor harus mengarahkan walinya dalam mengelola sekolah, meliputi aspek-aspek yang ada kaitannya dengan faktor penentu keberhasilan sekolah;
6. Meningkatkan koalitas situasi umum sekolah sekolah sedemikian rupa sehingga tercipta situasi yang tenang dan tantram serta kondusif bagi kehidupan sekolah pada umumnya, khususnya pada kualitas pembelaiaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan.
Fungsi supervisi menurut Baharuddin Harahap dalam Aqib (2007) adalah sebagai berikut:
1. Supervisi dapat menemukan kegiatan yang sudah sesuai dengan tujuan;
2. Supervisi dapat menemukan kegiatan yang belum sesuai dengan tujuan; .
3. Supervisi dapat memberi keterangan tentang apa yang perlu dibenahi lebih dahulu (diprioritaskan);
4. Melalui supervisi dapat diketahui petugas (guru, kepala sekolah) yang perlu ditatar;
5. Melalui supervisi dapat diketahui petucgas yang perlu diganti;
6. Melalui supervisi dapat diketahui buku yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran;
7. Melalui supervisi dapat diketahui kelemahan kurikulum;
8. Melalui supervisi mutu proses belajar dan mengajar dapat ditingkatkan; serta
9. Melalui supervisi sesuatu yang baik dapat diper¬tahankan.
Menurut Purwanto (2001: 119) menyatakan bahwa usaha-usaha yang harus dilakukan kepala sekolah sesuai fungsinya sebagai supervisor, antara lain:
1. Membangkitkan dan merangsang guru-guru dalam menjalankan tugas sebaik-baiknya;
2. Berusaha melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan Pembelajaran;
3. Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku;
4. Membina kerja sama yang harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya;
5. berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, meyediakan perpustakaan sekolah, dan mengirim mereka mengikuti penataran-penataran, seminar sesuai bidangnya masing-masing;
6. Membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan komite sekolah dan instansi lainnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
¬Model atau pendekatan yang dilakukan dalam supervisi dikenal dengan nama supervisi klinik. Supervisi klinik diwujudkan dalam bentuk tatap muka antara supervisor dan calon guru yang sedang mengajar.
Supervisi klinis ialah supervisi yang prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam pembelajaran, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. (Purwanto, 2001: 90).
Tujuan supervisi klinis adalah: (1) menyediakan umpan balik objek¬¬tif terhadap guru, mengenai pengajaran yang dilaksanakannya, (2) mengdiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran, (3) membantu guru mengembangkan keterampilannya menggunakan strategi pengajaran, (4) mengevaluasi guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya, dan (5) membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan professional yang berkesinambungan.
Langkah-langkah dalam pelaksanaan supervisi klinis yaitu: (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, (3) tahap pertemuan balikan. Tahap pertemuan awal meliputi kegiatan: (1) menganalisa rencana pelajaran, dan (2) menetapkan bersama guru aspek-aspek yang akan diobservasi dalam mengajar. Tahap observasi mengajar dengan kegiatan mencatat peristiwa selama pengajaran secara objektif dan selektif. Tahap pertemuan balik¬an meliputi: (1) menganalisa hasil observasi bersama guru, (2) meng-analisa perilaku mengajar, dan (3) bersama menetapkan aspek yang harus dilakukan untuk membantu perkembangan keterampilan mengajar berikutnya.
C. Kesimpulan
Aspek kompetensi yang harus dikembangkan melalui supervisi pengajaran, yaitu: (1) mengetahui cara mengerjakan tugas, (2) bisa mengerjakan tugas, (3) mau mengerjakan tugas, dan (4) mau mengembangkan diri. Kegiatan dilakukan oleh kepala sekolah dalam supervise pembelajaran, yaitu; (1) mendengarkan, (2) mengklasifikasi, (3) men¬¬dorong, (4) mempresentasikan, (5) memecahkan masalah, (6) ber¬negosiasi, (7) men¬demostrasikan, (8) memastikan, (9) standarisasi, dan (10) menguat¬kan. ¬Model atau pendekatan yang dilakukan dalam supervisi dikenal dengan nama supervisi klinik. Pelaksanaan supervisi klinis yaitu: (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, (3) tahap pertemuan balikan.

Kepustakaan
Arikunto, Suharsimi. 1990. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Cet XII.Jakarta: Rineka Cipta.
¬¬¬¬¬_____________. 2004. Dasar-Dasar Supervisi. Yakarta: Reneka Cipta.
Aqib, Zainal dan Elham Rohmanto. 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: Yrama Widya.
Depdiknas.¬¬¬¬2001. Penyusunan Program Sekolah; Materi Pelatihan Terpadu Untuk Kepala Sekolah.
Mulyasa, E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Cet. I. Jakarta: Rosda Karya.
Purwanto, M. Ngalim. 2001. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
_________. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
»»  BACA SELENGKAPNYA...

Hakikat dan Fungsi Supervisi

A. Pendahuluan
Kegiatan supervisi merupakan kebutuhan penting bagi setiap guru untuk melakukan penyegaran dalam melaksanakan tugas pembelajaran dengan efektif. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan oleh para guru memerlukan bantuan yang dapat diandalkan dari ahli manajemen sekolah dan ahli di bidang pembelajaran . Ada empat faktor kritis yang dapat diperbaiki dalam pembelajaran melalui kegiatan pengembangan staf di sekolah yaitu pengertian guru terhadap tujuan, persepsi peserta didik terhadap guru, penguasaan bahan mata pelajaran oleh guru, dan penguasaan guru terhadap teknik-teknik mengajar. Dengan bantuan supervisi guru oleh pengawas dan kepala sekolah, guru akan mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan mengembangkan mata pelajaran utama, sampai guru dapat mendemonstrasikan dengan baik sebagai bukti bahwa mereka terampil melakukan pekerjaannya sebagai guru.
Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa masing banyak guru yang enggan disupervisi. Supervisi dianggap sebagai upaya mengungkap kelemahan guru dalam menjalankan tugasnya. Supervisor dianggap sebagai korektor bukan mitra dalam meningkatkan mutu pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dibahas adalah Apa hakikat supervisi dan fungsi supervisi dalam pembelajaran? Kata kuncinya adalah hakikat dan fungsi supervisi.
B. Hakikat Supervisi
Supervisi pembelajaran ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan.
Supervisi adalah suatu program yang berencana untuk memperbaiki pembelajaran (supervition is a penned program for the imprvement of instruction). Supervisi adalah segala usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas pendidikan lainnya untuk memperbaiki pembelajaran , mengembangkan pertumbuhan guru-guru, menyelesaikan dan merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pembelajaran , metode mengajar, dan penilaian pembelajaran (Siahaan, 2006).
Supervisi pembelajaran adalah kegiatan melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: (1) apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, (2) apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas?, (3) aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan siswa?, (4) apa yang dilakukan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran ?, dan (5) apa kelebihan dan ke¬kurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?
Supervisi yang dilakukan kepala sekolah dan pengawas dalam pembelajaran dikenal dengan nama supervisi pembelajaran . Secara konseptual, supervisi pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran . Berdasarkan hal ini, maka esensial supervisi pembelajaran itu sama sekali bukan menilai kinerja guru dalam mengelola pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Jadi, fungsi pengawasan atau supervisi dalam pendidikan bukan hanya sekedar kontrol atau melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu supervisi dalam pendidikan mengandung pengertian yang luas. Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personel maupun material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-mengajar yang efektif.
Pekerjaan supervisi bukanlah pekerjaan inspeksi, melainkan memberikan dorongan dan bantuan, karena guru memerlukan bantuan langsung dari ahlinya untuk memperbaiki pembelajaran . Dalam pelaksanaan supervisi menurut Freire dalam Sagala (2007) adalah evaluasi, bukan inspeksi, karena kalau inspeksi pendidik hanya menjadi objek pengamatan pejabat. Sedangkan evaluasi, setiap orang adalah subjek yang bekerjasama dengan para supervisor dalam melakukan kritik dan menjaga gerak dengan kerja mereka. Sebagaimana dikemukakan Nerney dalam Sagala (2007) supervisi adalah prosedur memberi arah serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses pembelajaran . Tujuan akhir dari supervisi harus memberi pelayanan yang lebih baik kepada semua murid. Sejalan dengan hal itu Wiles (1955) dalam Sagala (2007) menyatakan bahwa supervisi adalah bantuan dalam perkembangan belajar mengajar yang baik.
C. Fungsi Supervisi
Fungsi dasar supervisi memperbaiki situasi pembelajaran, meskipun hal ini bukan menjadi pokok persoalan. Situasi belajar mengajar dapat menjadi baik, tergantung pelaksanaannya, aksentuasi uraiannya lebih mengutamakan faktor manusia.
Fungsi supervisi menurut Baharuddin Harahap dalam Aqib (2007) adalah:
1. Supervisi dapat menemukan kegiatan yang sudah sesuai dengan tujuan;
2. Supervisi dapat menemukan kegiatan yang belum sesuai dengan tujuan; .
3. Supervisi dapat memberi keterangan tentang apa yang perlu dibenahi lebih dahulu (diprioritaskan);
4. Melalui supervisi dapat diketahui petugas (guru, kepala sekolah) yang perlu ditatar;
5. Melalui supervisi dapat diketahui petucgas yang perlu diganti;
6. Melalui supervisi dapat diketahui buku yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran ;
7. Melalui supervisi dapat diketahui kelemahan kurikulum;
8. Melalui supervisi mutu proses belajar dan mengajar dapat ditingkatkan; serta
9. Melalui supervisi sesuatu yang baik dapat diper¬tahankan.
Menurut Purwanto (2001: 119) menyatakan bahwa usaha-usaha yang harus dilakukan kepala sekolah sesuai fungsinya sebagai supervisor, antara lain:
1. Membangkitkan dan merangsang guru-guru dalam menjalankan tugas sebaik-baiknya;
2. Berusaha melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan Pembelajaran;
3. Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku;
4. Membina kerja sama yang harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya;
5. berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, meyediakan perpustakaan sekolah, dan mengirim mereka mengikuti penataran-penataran, seminar sesuai bidangnya masing-masing;
6. Membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan komite sekolah dan instansi lainnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Depdiknas (2001: 78) menggambarkan tentang sifat-sifat atau ciri-ciri pengawas yang efektif dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Memenuhi keinginan pegawai-pegawai bawahannya dan selalu memberi keterangan yang sebaik-baiknya kepada pegawainya;
2. Mengizinkan pegawainya menggunakan kebijaksanaan dan putusannya sendiri sebanyak yang mereka sanggup membuatnya;
3. Tidak melampaui wewenang dari para ahli dan selalu mebuka pintu selebar-lebarnya untuk keperluan konferensi dan pembicaraan dengan para bawahannya;
4. Menerima kemungkinan untuk tidak populer diantara pegawainya;
5. Tidak terlalu optimis mengenai keadaan semangat kerja pegawainya dan berusaha supaya kepala-kepala pembantunya manafsirkan dan melaksanakan perintah dengan sebaik-baiknya;
6. Berusaha merubah peraturan yang dalam praktik tidak mencapai hasil yang diharapkan dan menerima kemungkinan bahwa beberapa orang bawahannya lebih cerdas dan cakap dari pada dirinya sendiri;
7. Tidak suka memberi janji kepada pegawainya, kecuali kalau ia yakin akan dapat memenuhinya;
8. Tidak hanya mengharapkan kesetiaan dan juga tidak mengadakan diskriminasi terhadap pegawainya;
9. Tidak mau menyerah kepada pegawainya hanya karena merasa jemu dari desakan pegawai tersebut;
10. Memperjuangkan kepentingan pegawainya, seperti halnya ia memperjuangkan kepentingan sendiri.
D. Kesimpulan
Hakikat supervisi adalah upaya memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan. FungĂ­s supervisi dapat menemukan kegiatan yang sudah sesuai dengan tujuan; menemukan kegiatan yang belum sesuai dengan tujuan; memberi keterangan tentang apa yang perlu dibenahi lebih dahulu (diprioritaskan); diketahui petugas (guru, kepala sekolah) yang perlu ditatar; dapat diketahui petugas yang perlu diganti; diketahui buku yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran ; dapat diketahui kelemahan kurikulum; mutu proses belajar dan mengajar dapat ditingkatkan; serta diketahui sesuatu yang baik dapat diper¬tahankan.
J. Daftar Pustaka
Aqib, Zainal dan Elham Rohmanto. 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. Bandung: Yrama Widya.
Depdiknas.¬¬¬¬2001. Penyusunan Program Sekolah; Materi Pelatihan Terpadu Untuk Kepala Sekolah.
_________. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistim Pendidikan Nasional. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Purwanto, M. Ngalim. 2001. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
_________. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Siahaan, Amiruddin. 2006. Manajemen Pengawas Pendidikan. Ciputat: Quantum Teaching.

»»  BACA SELENGKAPNYA...

Penciptaan Atmosfir Belajar

A. Pendahuluan
Sekolah merupakan wahana pendidikan yang menyediakan tempat terbaik bagi anak untuk belajar, artinya semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di sekolah diarahkan pada usaha membuat seluruh peserta didik belajar dalam atmosfir/iklim belajar yang kondusif. Dari iklim yang kondusif akan memotivasi siswa belajar. Semakin tinggi motivasi belajar akan semakin baik pula prestasi belajar siswa tersebut.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa situasi belajar siswa di sekolah pada umumnya sangat monoton. Hampir semua guru belum berusaha semaksimal mungkin menciptakan atmosfir belajar yang kondusif. Guru lebih banyak memanfaatkan ruang belajar yang disediakan oleh sekolah. Setiap sekolah pun memiliki kepedulian yang berbeda-beda terhadap pengelolaan atmosfir belajar.
Atmosfir atau iklim yang tercipta dalam interaksi belajar mengajar di kelas memegang peranan penting dalam menstimulasi dan mempertahankan keterlibatan siswa dalam belajar. Karena itu, guru perlu menciptakan iklim belajar yang dapat membangkitkan komunikasi dan interaksi dalam kelas sehingga tujuan pembel¬ajaran tercapai secara maksimal.
Permasalahan yang akan diuraiakan dalam tulisan ini, adalah “Bagaimanakah penciptaan atmosfir/iklim belajar yang kondusif? Kata kunci penciptaan, atmosfir belajar.
B. Atmosfir Belajar
Prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dapat mendukung terciptanya atmosfir belajar yang kondusif yaitu: kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, keluesan, Penekananan pada hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin.
Kehangatan dan keantusiasan guru dapat mempermudah terciptanya iklim kelas yang menyenangkan yang merupakan salah satu syarat bagi kegiatan belajar mengajar yang optimal. Penggunaan kata-kata, tindakan, atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar, dan interaksi belajar mengajar yang bervariasi merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif yang sekaligus dapat menghindari kejenuhan. Keluesan tingkah laku guru dalam mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
Pengembangan disiplin diri sendiri oleh siswa merupakan tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Untuk itu, guru harus selalu mendorong siswa untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab.
Iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif, yaitu: menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, menguatkan, menghidupkan, dan memberi kebebasan.
Menyenangkan terkait dengan aspek afektif (perasaan). Guru harus bera¬ni meng¬ubah iklim dari suka ke bisa. Guru harus memilki jiwa pendidik; bersikap ramah, suka tersenyum, ber¬komunikasi dengan santun dan patut, adil terhadap semua siswa, dan senanatiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
Mengasyikkan terkait dengan perilaku (learning to do). Guru hendak¬nya da¬pat me-ngundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembel¬ajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Untuk itu, guru harus menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang me¬narik yang dekat dengan kehidupan siswa. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus de¬ngan baik oleh guru.
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelegency). Pemberdayaan otak kiri dan otak kanan ha¬rus dicermati dalam proses pembelajaran. Pilihlah tema yang da¬pat meng¬ajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab¬nya. Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendi¬dikan normatif ke dalam mata pel¬ajaran sehingga menjadi adaptif dalam kese¬harian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan ke-cakapan hidup (life skill).
Menguatkan terkait dengan proses 3 M sebelumnya. Jika anak se¬nang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melain¬kan juga me¬kar¬nya “kepriba¬dian anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar. Anak-anak yang memiliki pri¬badi yang kuatlah yang diharapkan bangsa kita un¬tuk meng¬atasi dan ke¬luar dari berbagai kemelut multidimensi dan dapat me¬nyong¬¬song era globalisasi.
Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Ling¬kung¬an belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Prakarsa anak untuk belajar (the will to learn) akan mati bila kepa¬danya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar, sebagaimana ditemukan dalam paradigma behavioristik. Banyaknya aturan yang seringkali dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah. Lebih jauh lagi, anak¬-anak akan kehilangan kebe¬basan berbuat dan melakukan kontrol diri (Kontrol diri, dalam hal ini, bisa menjadi modal awal penumbuhan penghargaan pada keragaman).
Aldridge, 2002 (dalam Rosyada, 2004:167) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitias pembelajaran, seorang guru harus mengembangkan berbagai perlakuan: (1) Guru harus mampu menciptakan situasi kelas yang tenang, bersih, tidak stress, dan sangat mendukung untuk pelaksanaan proses pembelajaran; (2) Guru harus menyediakan peluang bagi para siswa untuk mengakses seluruh bahan dan sumber informasi untuk belajar; (3) Gunakan model cooperative learning (belajar secara kooperatif) melalui diskusi dalam kelompok-kelompok kecil, debat, atau bermain peran; (4) Hubungkan informasi baru pada sesuatu yang sudah diketahui oleh siswa, sehingga mudah untuk mereka pahami; (5) Dorong siswa untuk mengerjakan tugas-tugas penulisan makalahnya dan dalam kajian yang mendalam; dan (6) Guru harus memiliki catatan-catatan kemajuan dari semua proses pembelajaran siswa, termasuk tugas-tugas individual dan kelompok mereka dalam bentuk portofolio.
De Porter (2004:67) menyatakan dalam menciptakan lingkungan yang optimal, baik secara fisik maupun mental untuk belajar diantaranya: (1) perabot, jenis dan penataan, (2) pencahayaan, (3) musik, (4) visual-poster, gambar, papan pengumuman, (5) penempatan persediaan, (6) temperatur, (7) taman, (8) kenyamanan, dan (9) suasana hati secara umum.
Iklim pembelajaran yang diciptakan dari lingkungan belajar yang tepat adalah: (1) ciptakan suasana nyaman dan santai, (2) gunakan musik supaya terasa santai, terjaga, dan siap untuk berkonsentrasi, (3) gunakan pengingat-pengingat visual untuk mem¬pertahankan sikap positif, dan (4) berintraksilah dengan lingkungan Anda untuk menjadi pelajar yang lebih baik (De Porter, 2004:65).
Iklim belajar membawa dampak terhadap perkembangan anak. Kurt Lewin dan Ronal Lippit (1939) dalam Nasution (2004:135) meneliti mengenai perbedaan iklim demokratis dan otokrasi dalam pembelajaran. Mereka menyimpulkan bahwa: (1) Iklim otokrasi lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim demokrasi terdapat suasana kerja sama, pujian terhadap sesama teman, saran-saran konstruktif, dan kesediaan menerima buah pikiran orang lain; (2) Iklim otokrasi lebih ditonjolkan diri sendiri, soal ’aku’, sedangkan dalam iklim demokrasi adalah suasana ke-’kita’-an; (3) Suasana oktokrasi, adanya pimpinan yang kuat menghalangi orang lain untuk memegang pimpinan, sedangkan dalam iklim demokrasi beda status sosial pimpinan dan yang dipimpin kecil sekali sehingga pada suatu saat setiap orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia memiliki kelebihan; (4) Idividualitas muris berkembang dalam iklim demokrasi sedangkan perkembangan tertekan dalam iklim otokrasi; dan (6) Dalam iklim otokrasi tindakan kelompok bukan tertuju kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang anak didik sebab anak didik mudah dijadikan kambing hitam, secara potensial setiap anak didik dapat menjadi saingan atau lawan anak didik lainnya.
C. Kesimpulan
Pengelolaan kelas yang dapat mendukung terciptanya atmosfir belajar yang kondusif yaitu: kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, keluesan, penekananan pada hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin. Iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif, yaitu: menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, menguatkan, menghidupkan, dan memberi kebebasan.
Kepustakaan
De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki.2004. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2003. The Learning Revolution. Bandung: Kaifa.
Nasution. 2004.Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kencana.
»»  BACA SELENGKAPNYA...

MY FOLLOWER