Thursday 19 November 2009

Penciptaan Atmosfir Belajar

A. Pendahuluan
Sekolah merupakan wahana pendidikan yang menyediakan tempat terbaik bagi anak untuk belajar, artinya semua upaya manajemen dan kepemimpinan yang terjadi di sekolah diarahkan pada usaha membuat seluruh peserta didik belajar dalam atmosfir/iklim belajar yang kondusif. Dari iklim yang kondusif akan memotivasi siswa belajar. Semakin tinggi motivasi belajar akan semakin baik pula prestasi belajar siswa tersebut.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa situasi belajar siswa di sekolah pada umumnya sangat monoton. Hampir semua guru belum berusaha semaksimal mungkin menciptakan atmosfir belajar yang kondusif. Guru lebih banyak memanfaatkan ruang belajar yang disediakan oleh sekolah. Setiap sekolah pun memiliki kepedulian yang berbeda-beda terhadap pengelolaan atmosfir belajar.
Atmosfir atau iklim yang tercipta dalam interaksi belajar mengajar di kelas memegang peranan penting dalam menstimulasi dan mempertahankan keterlibatan siswa dalam belajar. Karena itu, guru perlu menciptakan iklim belajar yang dapat membangkitkan komunikasi dan interaksi dalam kelas sehingga tujuan pembel¬ajaran tercapai secara maksimal.
Permasalahan yang akan diuraiakan dalam tulisan ini, adalah “Bagaimanakah penciptaan atmosfir/iklim belajar yang kondusif? Kata kunci penciptaan, atmosfir belajar.
B. Atmosfir Belajar
Prinsip-prinsip pengelolaan kelas yang dapat mendukung terciptanya atmosfir belajar yang kondusif yaitu: kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, keluesan, Penekananan pada hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin.
Kehangatan dan keantusiasan guru dapat mempermudah terciptanya iklim kelas yang menyenangkan yang merupakan salah satu syarat bagi kegiatan belajar mengajar yang optimal. Penggunaan kata-kata, tindakan, atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
Penggunaan alat atau media, gaya mengajar, dan interaksi belajar mengajar yang bervariasi merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif yang sekaligus dapat menghindari kejenuhan. Keluesan tingkah laku guru dalam mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif, yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.
Pengembangan disiplin diri sendiri oleh siswa merupakan tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Untuk itu, guru harus selalu mendorong siswa untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab.
Iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif, yaitu: menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, menguatkan, menghidupkan, dan memberi kebebasan.
Menyenangkan terkait dengan aspek afektif (perasaan). Guru harus bera¬ni meng¬ubah iklim dari suka ke bisa. Guru harus memilki jiwa pendidik; bersikap ramah, suka tersenyum, ber¬komunikasi dengan santun dan patut, adil terhadap semua siswa, dan senanatiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya.
Mengasyikkan terkait dengan perilaku (learning to do). Guru hendak¬nya da¬pat me-ngundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembel¬ajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Untuk itu, guru harus menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang me¬narik yang dekat dengan kehidupan siswa. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus de¬ngan baik oleh guru.
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelegency). Pemberdayaan otak kiri dan otak kanan ha¬rus dicermati dalam proses pembelajaran. Pilihlah tema yang da¬pat meng¬ajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab¬nya. Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendi¬dikan normatif ke dalam mata pel¬ajaran sehingga menjadi adaptif dalam kese¬harian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan ke-cakapan hidup (life skill).
Menguatkan terkait dengan proses 3 M sebelumnya. Jika anak se¬nang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melain¬kan juga me¬kar¬nya “kepriba¬dian anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar. Anak-anak yang memiliki pri¬badi yang kuatlah yang diharapkan bangsa kita un¬tuk meng¬atasi dan ke¬luar dari berbagai kemelut multidimensi dan dapat me¬nyong¬¬song era globalisasi.
Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Ling¬kung¬an belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya.
Prakarsa anak untuk belajar (the will to learn) akan mati bila kepa¬danya dihadapkan pada berbagai macam aturan yang tak ada kaitannya dengan belajar, sebagaimana ditemukan dalam paradigma behavioristik. Banyaknya aturan yang seringkali dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah. Lebih jauh lagi, anak¬-anak akan kehilangan kebe¬basan berbuat dan melakukan kontrol diri (Kontrol diri, dalam hal ini, bisa menjadi modal awal penumbuhan penghargaan pada keragaman).
Aldridge, 2002 (dalam Rosyada, 2004:167) menyatakan bahwa untuk meningkatkan kualitias pembelajaran, seorang guru harus mengembangkan berbagai perlakuan: (1) Guru harus mampu menciptakan situasi kelas yang tenang, bersih, tidak stress, dan sangat mendukung untuk pelaksanaan proses pembelajaran; (2) Guru harus menyediakan peluang bagi para siswa untuk mengakses seluruh bahan dan sumber informasi untuk belajar; (3) Gunakan model cooperative learning (belajar secara kooperatif) melalui diskusi dalam kelompok-kelompok kecil, debat, atau bermain peran; (4) Hubungkan informasi baru pada sesuatu yang sudah diketahui oleh siswa, sehingga mudah untuk mereka pahami; (5) Dorong siswa untuk mengerjakan tugas-tugas penulisan makalahnya dan dalam kajian yang mendalam; dan (6) Guru harus memiliki catatan-catatan kemajuan dari semua proses pembelajaran siswa, termasuk tugas-tugas individual dan kelompok mereka dalam bentuk portofolio.
De Porter (2004:67) menyatakan dalam menciptakan lingkungan yang optimal, baik secara fisik maupun mental untuk belajar diantaranya: (1) perabot, jenis dan penataan, (2) pencahayaan, (3) musik, (4) visual-poster, gambar, papan pengumuman, (5) penempatan persediaan, (6) temperatur, (7) taman, (8) kenyamanan, dan (9) suasana hati secara umum.
Iklim pembelajaran yang diciptakan dari lingkungan belajar yang tepat adalah: (1) ciptakan suasana nyaman dan santai, (2) gunakan musik supaya terasa santai, terjaga, dan siap untuk berkonsentrasi, (3) gunakan pengingat-pengingat visual untuk mem¬pertahankan sikap positif, dan (4) berintraksilah dengan lingkungan Anda untuk menjadi pelajar yang lebih baik (De Porter, 2004:65).
Iklim belajar membawa dampak terhadap perkembangan anak. Kurt Lewin dan Ronal Lippit (1939) dalam Nasution (2004:135) meneliti mengenai perbedaan iklim demokratis dan otokrasi dalam pembelajaran. Mereka menyimpulkan bahwa: (1) Iklim otokrasi lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim demokrasi terdapat suasana kerja sama, pujian terhadap sesama teman, saran-saran konstruktif, dan kesediaan menerima buah pikiran orang lain; (2) Iklim otokrasi lebih ditonjolkan diri sendiri, soal ’aku’, sedangkan dalam iklim demokrasi adalah suasana ke-’kita’-an; (3) Suasana oktokrasi, adanya pimpinan yang kuat menghalangi orang lain untuk memegang pimpinan, sedangkan dalam iklim demokrasi beda status sosial pimpinan dan yang dipimpin kecil sekali sehingga pada suatu saat setiap orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia memiliki kelebihan; (4) Idividualitas muris berkembang dalam iklim demokrasi sedangkan perkembangan tertekan dalam iklim otokrasi; dan (6) Dalam iklim otokrasi tindakan kelompok bukan tertuju kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang anak didik sebab anak didik mudah dijadikan kambing hitam, secara potensial setiap anak didik dapat menjadi saingan atau lawan anak didik lainnya.
C. Kesimpulan
Pengelolaan kelas yang dapat mendukung terciptanya atmosfir belajar yang kondusif yaitu: kehangatan dan keantusiasan, tantangan, bervariasi, keluesan, penekananan pada hal-hal yang positif, dan penanaman disiplin. Iklim kelas yang dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif, yaitu: menyenangkan, mengasikkan, mencerdaskan, menguatkan, menghidupkan, dan memberi kebebasan.
Kepustakaan
De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki.2004. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2003. The Learning Revolution. Bandung: Kaifa.
Nasution. 2004.Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Kencana.

0 comments:


Post a Comment

MY FOLLOWER